Peraturan Presiden No 18 tahun 2019 yang berisi tentang pelatihan keselamatan tingkat dasar bagi seluruh awak kapal penangkap ikan menyatakan bahwa ABK yang ingin berlayar hanya memerlukan beberapa sertifikat dasar saja, seperti BST (Basic Safety Training), dan buku pelaut. Padahal berdasarkan cerita dari beberapa ABK yang sudah diwawancara, dibutuhkan beberapa pelatihan lanjutan yang lebih spesifik.
Tidak hanya berupa pelatihan dasar keselamatan kerja, namun juga terkait bagaimana cara bekerja di atas kapal. Misalnya, berupa latihan tali-temali, cara memasang pancing, dan juga pelatihan kemampuan bahasa asing untuk bahasa pengantar sehari-hari. Hal yang sebetulnya esensial seperti ini justru tidak dilaksanakan pada masa pelatihan ABK dalam mendapatkan sertifikat untuk berlayar.
International Labour Organization (ILO) telah menerbitkan 11 indikator kerja paksa; poin satu dari indikator tersebut adalah 'penyalahgunaan kerentanan'. Arti kerentanan yang dimaksud yaitu ketidaktahuan atas bahasa, pekerjaan yang dilakukan, pengetahuan hukum, dan aturan yang berlaku atau bisa disimpulkan bahwa kerentanan timbul akibat kurangnya kompetensi dan pengetahuan.
ILO memaparkan bahwa ketidaktahuan ini akan dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak dominan dan memunculkan adanya poin-poin berikutnya dalam indikator kerja paksa, seperti kekerasan fisik, intimidasi atau ancaman, jam kerja berlebih, bahkan hingga pemotongan upah.
ABK tanpa kompetensi yang dipaksa harus beradaptasi dan belajar langsung di atas kapal akan memiliki kerentanan tinggi sehingga sangat rawan mendapatkan kekerasan dan intimidasi. oleh karena itu PT ABP hadir untuk memastikan setiap awak kapal yang akan bekerja di kapal asing, harus melalui pendidikan dan pelatihan kompetensi yang harus di kuasai, seperti pelatihan bahasa asing, pelatihan BST dan pelatihan alat tangkap. sehingga pada saat bekerja di atas kapal, semua awak kapal dari kami bisa bekerja dengan baik dengan kompetensi yang sudah dimiliki.