Setelah pihak keluarga menyatakan hilang kontak dengan Anton Pradana yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di Kepulauan Mauritius, Afrika sejak Februari 2021, maka PT Anugerah Bahari Pasifik (ABP) yang mempekerjakan Anton Pradana sebagai ABK tersebut terus berusaha mencari tahu keberadaan Anton.
Menurut Direktur PT Anugerah Bahari Pasifik Hengky Wijaya, sejak awal atau setelah mendapatkan informasi tentang Anton Pradana, sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) hilang kontak dengan keluarganya, pihaknya terus mencari keberadaan Anton.
Selanjutnya, kata Anton, pihak kepolisian di Mauritius menginformasikan pada 2 Maret 2021, bahwa Anton Prana bersama 6 ABK lainnya yang bekerja di Kapal We Fa, telah hilang di Mauritius. Ketujuh ABK tersebut dilaporkan hilang setelah terlibat perkelahian dengan ABK Vietnam pada 26 Februari 2021.
“Sejak awal kami terus mencari tahu keberadaan Anton. Baru setelah keluar pernyataan dari kepolisian, kami berusaha untuk mengurus asuransi kematian Anto. Karena kalau tidak diurus, maka klaimnya bisa hilang karena pengurusan itu ada masa batas waktunya,” ujar Hengky Wijaya di Kantor Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kamis (10/2/2022).
Menurut Hengky Wijaya dana asuransi yang berhasil dicairkan dan diterima pihak keluarga Anton Pradana sebesar Rp 499.353.720.
Sementara itu, pihak keluarga Anton Pradana menyatakan akan menyumbangkan dana asuransi yang mereka terima untuk pembangunan masjid. Pernyataan ini disampaikan Djohari yang juga paman Anton Pradana, kepada Kepala BP2MI Benny Ramdhani, di Kantor BP2MI, Kamis (10/2/2022).
"Keluarga ingin menyumbangkan dana asuransi tersebut untuk amal jariah dan menghindarkan dari konflik kepentingan," kata Djohari yang mewakili keluarga Anton Pradana saat menerima penyerahan dana asuransi kematian Anton Pradana di kantor BP2MI.
Hadir dalam pertemuan tersebut yakni ibu dari Anton Pradana, Usniyah, Djohari (paman Anton Pradana), Direktur PT Anugerah Bahari Pasifik Hengky Wijaya, Ketua Badan Buruh dan Pemuda Pancasila (B2P3) Jamaludin Suryahadikusuma, dan Ketua SPPI Ilyas Pengestu. Kedua organisasi tersebut merupakan pendamping keluarga Anton Pradana.
Djohari mengatakan, pihak keluarga masih sangat berharap ada kepastian tentang keberadaan anak mereka Anton Pradana. Menurutnya, laporan tentang kematian Anton Pradana masih meragukan pihak keluarga.
"Kami ingin status kematian Anton Pradana. Kami sebetulnya lebih membutuhkan kepastian dan penyelidikan, daripada sekadar dana santunan asuransi," kata Djohari.
Sementara Kepala BP2MI Benny Ramdhani menyetujui ide Ketua B2P3 Jamal tentang perlunya melibatkan interpol guna mengusut kembali kasus hilangnya 7 ABK di Mauritus. Benny menegaskan akan mengirim surat kepada Kapolri untuk menindaklanjuti permintaan keluarga Anton Pradana.
Benny juga menyatakan bahwa kasus ini menjadi pelajaran bagi aparat pemerintah, bahwa masyarakat seperti keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI) Anton Pradana lebih membutuhkan kabar kepastian tentang anak mereka.
"Ini jadi pelajaran bagi kita, bahwa masyarakat ingin negara hadir memberi kepastian,"' tukas Benny.
Sementara Ketua Umum Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) Ilyas Pangestu menyatakan akan terus mendampingi keluarga Anton merealisasikan pembangunan masjid dari dana klaim asuransi.
Ia berharap bahwa masjid itu akan menjadi masjid yang megah dan menjadi tonggak sejarah bahwa ada masjid yang didirikan oleh pekerja migran Indonesia.
Masjid tersebut rencananya akan dibangun di tempat kelahiran Anton Pradana di Desa Babelan Kidul, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Ilyas berharap kepala BP2MI dapat hadir ke kampung Anton di Banyuwangi pada saat peletakan batu pertama pembangunan masjid tersebut.
Sumber: BeritaSatu.com